Join The Community

Premium WordPress Themes

Golok Kelembutan 19. Saudara

Golok Kelembutan (Wen Rou Yi Dao)

Seri Pendekar Sejati

Karya: Wen Rui An / Penyadur: Tjan ID

19. Saudara

Baru saja So Bong-seng, Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui turun dari loteng Sam-hap-lau, segera ada orang memanggilnya, "So-kongcu!"

Menyusul kemudian orang itu bertanya, "Bagaimana hasil pertarunganmu melawan perkumpulan Lak-hun-poan-tong?"

Si penanya masih berada di dalam kereta kuda.

Kereta kuda itu sangat mewah dan megah, saisnya ada tiga orang, semuanya mengenakan baju halus yang mahal harganya, sekilas pandang mereka mirip pejabat tinggi dari kerajaan, mirip juga pengurus kelenteng besar.

Tapi sekarang, mereka hanya menjadi sais, sais orang lain.

Di luar kereta berdiri delapan orang pengawal bergolok, kedelapan orang itu berdiri mematung bagaikan patung baja. Sekilas Pek Jau-hui segera tahu bahwa paling tidak ada dua orang di antaranya merupakan jago golok kenamaan, tiga orang yang lain merupakan Ciangbunjin partai besar, satu di antaranya malah merupakan ahli waris Ngo-hou-toan-hun-to (Lima Harimau Golok Pemutus Sukma) Phang Thian-pa yang bernama Phang Jian, selain itu hadir juga Ciangbunjin angkatan ketujuh Keng-hun-to (Golok Pengejut Sukma) Tiau Lian-thian serta ahli waris Siang-kianpo-to (Golok Mestika Perjumpaan) Beng Khong-khong.

Ilmu Golok Lima Harimau Pemutus Sukma tak pernah diwariskan kepada orang lain, selain sadis, enam puluh empat jurus serangannya khusus diciptakan untuk menyerang pertahanan bawah musuh, oleh karena itu anak murid keluarga Phang yang sudah dihajar sampai terjatuh ke tanah pun, kemampuannya tak boleh dipandang enteng.

Ngo-hou-phang-bun atau perguruan keluarga Phang ini sama seperti keluarga Tong di wilayah Siok-tiong, Bi-lek-tong dari wilayah Kanglam, Perkumpulan Gagang Golok, Perguruan Kaisar Hijau dan Perkampungan Ikan Terbang, merupakan sebuah perguruan dengan segala peraturan yang sangat ketat.

Ada orang berkata, bila sudah menjadi ketua dari beberapa perguruan itu maka posisinya jauh lebih stabil ketimbang menjadi seorang kaisar.

Ciangbunjin keluarga Phang yang bernama Phang Jian sudah termashur di kolong langit dengan ilmu golok andalannya sejak berusia dua puluh lima tahun, tapi sejak berusia tiga puluh lima tahun ia meninggalkan perguruan keluarga Phang untuk menjadi pengawal orang.

Golok Pengejut Sukma Tiau Lian-thian terhitung juga keturunan orang kaya, ilmu goloknya merupakan aliran yang luar biasa, sudah banyak jagoan tangguh yang lahir dalam perguruan ini.

Tiau Lian-thian sendiri pun termasuk seorang jago berbakat alam, dia sanggup mengubah ilmu Golok Pengejut Sukma menjadi ilmu Golok Pengejut Impian, kehebatannya luar biasa, tapi sekarang dia hanya seorang pelindung kereta mewah.

Siang-kian-po-to (Golok Mestika Perjumpaan) didirikan oleh keluarga Beng, ketika diwariskan ke tangan Beng Khong-khong, nama besar dan pamornya sudah amat tersohor di kolong langit, sepak terjangnya selama ini mengutamakan kejujuran dan kebenaran.

Tapi kini Beng-kongcu yang amat termashur itu hanya menjadi salah satu pelindung orang dalam kereta.

Lalu siapakah orang yang berada di dalam kereta?

Selama ini Pek Jau-hui selalu santai, acuh tak acuh dan tak pernah serius, tapi sekarang dia celingukan ke sana kemari.

Setelah orang di dalam kereta mengucapkan perkataan tadi, dua orang berbaju putih segera maju ke depan dan dengan sangat hati-hati mulai menyingkap tirai yang menutupi kereta mewah itu.

Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki Ong Siau-sik tidak seluas Pek Jau-hui, namun setelah menyaksikan tangan kedua orang yang sedang menyingkap tirai kereta itu, diam-diam ia terkesiap.

Ternyata bentuk tangan kedua orang itu sangat aneh, telapak tangan yang sebelah tebal lagi kasar, ibu jari tangannya pendek, kasar lagi gemuk sementara keempat jari lainnya nyaris menyusut dan layu di dalam telapak tangan, bentuk telapak tangannya persis seperti sebuah palu besi.

Sebaliknya telapak tangan yang lain lembek seakan tak bertulang, kelima jari tangannya panjang dan ramping mirip ranting pohon yang-liu, ujung jarinya ramping dan runcing mirip sebatang lidi, tapi sayang tidak kelihatan ada kuku yang menempel di situ.

Sekilas pandang saja Ong Siau-sik segera tahu kalau telapak tangan yang kasar dan kaku bagai palu besi itu paling tidak sudah terlatih tenaga pukulan Bu-ci-ciang (Telapak Tanpa Jari) hampir enam puluh tahun lamanya, sementara telapak tangan yang lembek bagai kapas itu paling tidak sudah melatih ilmu lembek Soh-sim-ci (Ilmu Jari Hati Suci) selama tiga puluh tahun dan tenaga yinkang Lok-hong-jiau (Cakar Perontok Angin) selama tiga puluh tahun.

Ilmu Cakar Perontok Angin adalah ilmu andalan Kiu-yu Sin-kun, sedang Ilmu Jari Hati Suci merupakan ilmu jari aliran sesat, kedua macam ilmu itu sesungguhnya mustahil bisa dilatih bersama, selama ini hanya satu orang saja yang berhasil menguasai kedua ilmu itu sekaligus, orang itu adalah Lam-hoajiu si Tangan Bunga Anggrek Thio Liat-sim.

Jika orang ini adalah Thio Liat-sim, berarti orang yang satunya adalah si Telapak Tanpa Jari Thio Thiat-su.

Bila kedua orang itu bergabung menjadi satu, mereka berjuluk Thiat-su-kay-hoa atau Pohon Besi Mulai Berbunga.

Biasanya pohon besi mulai berbunga merupakan gejala yang sangat menguntungkan.

Tapi bagi Thio Liat-sim dan Thio Thiat-su, bukan begitu arti yang dimaksud.

Arti dari 'berbunga' adalah bunga kaca yang mulai mekar atau tegasnya berarti retak, jadi dimana telapak tangan mereka lewat maka baik tulang atau daging tubuh lawan, semuanya tetap akan 'berbunga', bahkan pasti akan 'berbunga'.

Jangankan orang biasa, sepasang tangan milik Liu Tiong-mo, seorang guru besar Thiat-sah-ciang pun pernah dibikin 'berbunga' oleh serangan mereka.

'Berbunga' masih mengandung sebuah arti lagi.

Pekerjaan yang tak mungkin diselesaikan orang lain, asal jatuh ke tangan mereka, maka semuanya tetap akan lancar dan berhasil, seperti juga 'pohon besi yang berbunga', rejeki seolah jatuh dari langit, apa pun yang diinginkan selalu terkabulkan.

Ilmu jari dan ilmu telapak semacam ini biasanya butuh latihan puluhan tahun lamanya untuk bisa mencapai tingkatan tertentu, bahkan mereka harus melakukan pengorbanan yang sangat menakutkan, tapi kalau dilihat usia kedua bersaudara Thio ini, sekalipun usia mereka digabungkan menjadi satu juga belum mencapai enam puluhan tahun, semestinya ilmu Bu-ci-ciang yang mereka miliki belum mencapai tingkat kesempurnaan.

Itulah sebabnya jarang ada orang yang mau berlatih ilmu Telapak Tanpa Jari ini, sebab walau sudah menguasainya, belum tentu bisa mencapai puncak kesempurnaan di usia senja mereka.

Dalam pada itu Ilmu Jari Hati Suci Soh-sim-ci dan ilmu Cakar Perontok Angin merupakan dua ilmu yang bertolak belakang, satu dari aliran lurus sedang yang lain berasal dari aliran sesat, kedua macam ilmu itu mustahil bisa dilatih bersamaan waktu.

Tapi hal itu terkecuali bagi si pohon besi berbunga ini.

Dan kenyataannya sekarang, biarpun mereka memiliki kepandaian yang luar biasa, tugasnya sekarang hanya membukakan tirai di atas kereta orang.

Lalu siapakah orang di dalam kereta itu?

Ong Siau-sik adalah pemuda yang besar rasa ingin tahunya, kini bukan saja dia ingin tahu, pada hakikatnya sudah terangsang untuk mencari tahu persoalan ini.

Begitu tirai kereta tersingkap, ketiga orang sais, ke delapan pengawal dan kedua orang pembuka tirai itu serentak menunjukkan sikap yang sangat menaruh hormat.

Tampak seseorang menongolkan dulu kepalanya dari balik kereta, kemudian baru perlahan-lahan turun dari keretanya.

Jelas orang yang ada di dalam kereta itu mempunyai kedudukan yang tinggi dan terhormat, namun terhadap So Bong-seng ternyata dia tak berani ayal.

Orang itu berwajah sangat tampan, meskipun pakaian yang dikenakan sangat bersahaja, namun sikap maupun penampilannya tetap anggun dan penuh wibawa.

So Bong-seng segera menghentikan langkahnya, senyuman yang sangat jarang mampir di wajahnya tiba-tiba menghiasi ujung bibirnya, sembari menjura sapanya, "Siau Hou-ya!"

Dengan cermat Siau Hou-ya memeriksa raut mukanya, kemudian baru berkata, "Aku lihat kalian belum turun tangan."

"Betul, kami hanya bersilat lidah," sahut So Bong-seng tertawa, "kecuali memang dibutuhkan, kalau tidak, bisa tidak bertempur lebih baik janganlah bertarung."

"Ah, setelah mendengar penjelasanmu itu, aku pun bisa berlega hati."

"Tentu saja kami pun tidak berharap kejadian ini menyusahkan Siau Hou-ya." Siau Hou-ya tertawa getir.

"Nama besar Kongcu dan Lui-tongcu sudah menggetarkan seluruh jagad, ditambah masing-masing pihak memiliki kekuatan hingga ratusan ribu jiwa, seandainya sampai terjadi pertempuran terbuka, mungkin aku pun susah untuk bertanggung jawab."

"Kami pasti tak akan menyusahkan Siau Hou-ya."

"Bagus," Siau Hou-ya tertawa lebar, "setelah mendengar perkataanmu ini, aku pun bisa berlega hati sekarang."

Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali tanyanya, "Bagaimana hasil perundingan tadi?"

"Sangat bagus."

"Sangat bagus?" sela Siau Hou-ya ragu. "Memang sangat bagus."

Siau Hou-ya termenung sesaat dengan wajah penuh tanda tanya, mendadak sambil tertawa tergelak katanya, "Hahaha, kelihatannya isi pembicaraan itu merupakan rahasia perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau dan perkumpulan Lak-hun-poan-tong!"

"Ketika masalah ini sudah boleh dibuka untuk umum, Siau Hou-ya pasti akan menjadi orang pertama yang mengetahuinya."

"Bagus, bagus sekali," sambil mengelus jenggotnya Siau Hou-ya manggut-manggut dan tertawa, perlahan pandangan matanya dialihkan ke wajah Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik, kemudian tanyanya lagi, "Apakah mereka berdua adalah jenderal utama dari perkumpulan Kim-hong-si-yulau?"

"Bukan, mereka bukan anak buahku."

"Oya?" Siau Hou-ya mengangkat alis matanya, "jadi mereka adalah sahabatmu?"

"Juga bukan," sahut So Bong-seng sambil tertawa, kemudian sepatah demi sepatah lanjutnya, "Mereka adalah saudaraku!"

Begitu perkataan itu diucapkan, yang terperanjat justru Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik, kedua orang pemuda ini benar-benar kaget bercampur terperangah.

Bukan anak buahnya, bukan sahabatnya, tapi saudaranya?!

"Saudara", sebutan ini bagi banyak orang gagah dalam dunia persilatan merupakan daya tarik yang luar biasa besarnya, merupakan rayuan yang luar biasa, banyak orang mau berkorban dan melelehkan darah demi sebutan itu.

Saudara! Persaudaraan!

"Saudara", banyak orang telah menyia-nyiakan sebutan ini, banyak orang berjuang mati hidup demi sebutan itu, banyak orang punya banyak saudara tapi belum pernah memiliki saudara sejati, banyak orang meski tak bersaudara namun memiliki saudara yang tak terhingga di kolong langit, banyak orang saling menyebut saudara namun perbuatannya justru tidak mencerminkan persaudaraan, banyak orang tak punya saudara tapi empat arah delapan penjuru justru dipenuhi persaudaraan.

Saudara!

Bagaimana kita harus 'susah sama dijinjing senang sama dinikmati' sehingga pantas disebut saudara?

Apakah dengan berjabat tangan, bahu membahu, darah panas menggerakkan darah panas, perasaan saling bertautan dengan perasaan, keadaan semacam ini baru disebut saudara?

Tampaknya Siau Hou-ya ikut melengak dibuatnya, tapi cepat dia berseru, "Kionghi! Kionghi! Walaupun selama ini So-kongcu malang melintang dalam dunia persilatan, namun selalu hidup sebatang kara, dan kini menjelang hari perkawinanmu, ternyata kau pun mendapat dua saudara sejati! Aku orang she Pui betul-betul ikut merasa gembira dan senang."

"Perkataan Siau Hou-ya kelewat serius, siapa yang tidak kenal Sin-jiang-hiat-kiam Siau Hou-ya (Tombak Sakti Pedang Darah) yang nama besarnya tersohor di seantero kotaraja? Kami sebagai rakyat kecil mana berani mendapat sanjungan seperti ini!"

"Sudahlah, kita tak usah berkata sungkan lagi," tukas Siau Hou-ya sambil tertawa, "setelah menyaksikan keadaan Kongcu, aku pun bisa segera pulang untuk memberi laporan kepada perdana menteri."

"Merepotkan Siau Hou-ya."

"So-kongcu, semoga tak lama kemudian kau sudah mendirikan lagi beberapa buah kantor cabang, dengan begitu keamanan di kotaraja tentu akan bertambah stabil."

Selesai berkata ia segera masuk kembali ke dalam ruang keretanya, kereta pun bergerak meninggalkan tempat itu, masih seperti tadi, tiga orang bertindak sebagai sais kuda, dua orang berjaga di depan tirai dan delapan orang mengawal dari kiri, kanan, depan dan belakang.

Tak lama kemudian kereta pun lenyap di ujung jalan.

Kecuali kereta kuda yang ditumpangi Siau Hou-ya, sejak So Bong-seng memasuki wilayah 'pasar', tak pernah ada seorang pun yang bisa memasuki daerah itu.

Tentu saja terkecuali Cu Gwe-beng.

Dia pun termasuk manusia istimewa.

Sama seperti Siau Hou-ya, dia bertugas mencari tahu hasil perundingan antara ketua perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau dan perkumpulan Lak-hun-poan-tong.

Lalu berita apa yang berhasil mereka peroleh?

ooOOoo

"Menurut kau, Siau Hou-ya akan memberikan jawaban macam apa kepada perdana menteri," ujar So Bong-seng kepada Mo Pak-sin yang berada di sampingnya, "semua orang ingin tahu kuat lemah, menang kalah antara perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau dan perkumpulan Lak-huri-poan-tong, siapa mempunyai keyakinan enam puluh persen maka dialah yang akan berhasil merebut peluang utama, sayang jawaban itu susah untuk dijawab, jangan lagi mereka, bahkan aku dan Lui Sun sendiri pun tidak tahu. Kami hanya tahu banyak orang menaruh perhatian kepada kita, padahal kenyataan mereka ingin sekali kami cepat mampus atau mampus salah satu di antaranya!"

Dengan susah payah Mo Pak-sin mengangkat kelopak matanya yang bengkak besar seakan ditonjok orang, kemudian sahutnya, "Selama ini Kongcu tertawa terus, barang siapa yang selalu tersenyum sehabis perundingan dilakukan, biasanya orang akan mengira dialah pemenangnya, padahal bagaimana keadaan selama perundingan, siapa pun tak bisa menebaknya."

Dia memang bebal dalam cara berbicara, sehingga perkataannya itu terasa amat telanjang tanpa tedeng aling-aling.

"Terkadang tertawa memang jauh lebih berguna ketimbang kepalan!" So Bong-seng manggut-manggut, "aku rasa sewaktu Cu-tayjin yang diutus bagian kejaksaan dan bagian sekretariat negara mengunjungi Lui Sun, dia pun pasti sedang tertawa."

"Bolehkah aku mengajukan tiga pertanyaan kepadamu?" tiba-tiba Pek Jau-hui menyela.

"Katakan."

Mereka berbicang sambil berjalan, sepanjang jalan Mo Pak-sin selalu melindungi mereka dengan pasukan dan barisannya.

"Pertama, orang yang muncul tadi apa benar orang paling top dari kantor perdana menteri yang berjuluk Sin Thong-hou, si Bangsawan Serba Bisa Pui Ing-gan?"

"Di kolong langit dewasa ini, kecuali Pui Siau Hou-ya yang sanggup mengajak delapan raja golok sebagai pelindungnya, si pohon besi berbunga sebagai penyingkap tirainya dan kusir paling top dari negeri Cidan, Mongol dan Li-tin sebagai saisnya dalam satu kali perondaan, siapa lagi yang bisa berbuat begitu?"

Pek Jau-hui segera manggut-manggut, kembali tanyanya, "Tadi sebetulnya gampang saja bagimu untuk turun tangan membunuh Ti Hui-keng sehingga pihak lawan akan kehilangan salah satu tenaga andalannya, mengapa tidak kau lakukan itu?"

"Pertanyaanmu ini tidak jujur," dengan sorot mata yang dingin So Bong-seng menatap pemuda itu, "padahal kau sudah tahu jawabannya, buat apa mesti ditanyakan kepadaku."

"Jadi kau sudah tahu kalau di atas atap rumah telah bersembunyi seorang jago tangguh, maka kau tidak membunuhnya?" kata Pek Jau-hui sambil menarik napas panjang.

"Mungkin saja aku memang tak berniat untuk membunuh Ti Hui-keng aku rasa kau sudah mengajukan tiga pertanyaan."

"Semua pertanyaan sudah kau mentahkan kembali, hingga kini belum satu pun yang kau jawab."

"Bertanya adalah urusanmu, sedang mau menjawab atau tidak adalah urusanku," tukas So Bong-seng cepat.

"Kalau aku hanya ada satu pertanyaan," tiba-tiba Ong Siau-sik menimbrung.

Mendengar perkataan itu So Bong-seng segera memperlambat langkahnya sambil berpaling ke arah pemuda itu.

Dengan suara lantang Ong Siau-sik segera bertanya, "Tadi kau ... kau berkata pada Siau Hou-ya bahwa kita ... kita adalah saudara?"

"Memangnya kau tuli?" So Bong-seng tertawa lebar, "masa inipun kau anggap sebagai pertanyaan?"

Ong Siau-sik tertegun, katanya agak ragu, "Tapi kita baru kenal belum setengah hari lamanya."

"Tapi kita pernah mati hidup bersama."

"Memangnya kau tahu siapa kami?" tanya Pek Jau-hui.

"Aku tak peduli siapa kalian!"

"Kalau siapa kami saja tidak kau ketahui, bagaimana mungkin bisa mengangkat saudara dengan kami?"

"Siapa yang membuat peraturan semacam itu?" seru So Bong-seng sambil melotot besar, "siapa bilang kalau ingin mengangkat saudara kita mesti menyelidiki dulu asal-usul keluarga, nenek moyang, perguruan dan asal daerahnya?"

"Kau..." Pek Jau-hui melengak.

"Kenapa kau ingin mengangkat saudara dengan kami?" ujar Ong Siau-sik pula.

So Bong-seng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

"Angkat saudara ya angkat saudara, buat apa mesti tanya alasannya? Memangnya kita harus seia sekata, ada rejeki dinikmati bersama ada bencana dihadapi berbareng dan peduli apa segala tetek bengek omongan yang memuakkan itu?"

"Sebetulnya kau punya berapa saudara angkat sih?" tanya Pek Jau-hui.

"Dua orang."

"Siapa mereka?"

"Kau dan kau!" tuding So Bong-seng ke arah Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik.

Seketika itu juga Ong Siau-sik merasakan hawa darah yang amat panas menerjang naik ke atas kepalanya.

Sementara Pek Jau-hui menarik napas dalam-dalam, mendadak katanya dingin, "Aku tahu."

Kemudian sambil menatap wajah So Bong-seng, katanya lagi, "Apakah kau ingin mengundang kami masuk menjadi anggota perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau?"

So Bong-seng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.

Setelah tertawa, dia pun mulai terbatuk-batuk, sambil terbatuk sambil tertawa....

"Biasanya ketika orang mengira dia sudah tahu, sesungguhnya ia sama sekali tidak tahu, ungkapan ini memang tepat," kata So Bong-seng, "kalian anggap dirimu adalah manusia macam apa? Buat apa aku mesti menggunakan cara begini untuk memaksa kalian masuk perkumpulan? Kalian anggap kemampuanmu sudah cukup untuk memangku jabatan besar? Kenapa tidak terpikir mungkin aku yang sedang memberi peluang kepada kalian? Manusia berbakat di dunia ini sangat banyak, kenapa aku justru harus menggaet kalian berdua?"

Bicara sampai di situ, dengan nada dingin tambahnya, "Jika kalian merasa tak senang, sekarang juga boleh pergi, biarpun mulai detik ini hingga selamanya kita tak pernah bersua kembali, kalian masih tetap adalah saudaraku."

Setelah terbatuk beberapa saat, katanya lagi, "Sekalipun kalian tidak menganggap aku adalah saudaramu, tidak masalah, aku tak peduli."

Ong Siau-sik tak kuasa menahan diri lagi, mendadak ia berlutut sambil menyembah, serunya, "Toako!"

ooOOoo

Bersambung ke bagian 20

Golok Kelembutan: 01 | 02 | 03 | 04 | 05 | 06 | 07 | 08 | 09 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 |

0 comments: